Rabu, 06 Oktober 2010

Indonesia akan Membuat Kapal Selam

SS 062 Yi Chon kapal selam kelas Chang Bogo. (Foto: ROKN)

06 Oktober 2010 -- Masih dalam suasana peringatan hari jadi ke-65 TNI, maka satu tema yang masih terus bergema adalah pengembangan kemampuan industri pertahanan nasional. Bukan saja sekarang sudah ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), melainkan juga karena sekarang penguatan industri pertahanan dalam negeri telah diangkat sebagai wacana pendamping penguatan postur angkatan bersenjata RI.

Dua hal setidaknya bisa menjelaskan hal di atas. Pertama, ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan untuk menjadi Panglima TNI di DPR, Laksamana Agus Suhartono mendapat pesan bahwa terkait dengan pembangunan postur TNI, hal itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan sungguh-sungguh pelibatan industri pertahanan dalam negeri. Berikutnya, sehari menjelang HUT ke-65 TNI, Presiden ketika memimpin sidang kabinet yang khusus membahas alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI menegaskan bahwa upaya modernisasi alutsista disertai komitmen mengutamakan produk industri strategis dalam negeri, kecuali yang belum bisa kita buat, seperti pesawat tempur, kapal perang, atau kendaraan tempur canggih (Kompas, 5/10).Belum lama ini terbetik kabar bahwa bersama Korea Selatan, RI akan mengembangkan pesawat tempur KFX yang disebut lebih canggih dibandingkan F-16, tetapi masih di bawah kemampuan F-35 JSF Lightning II. Namun, seiring dengan itu, terbetik pula kabar bahwa Indonesia akan merancang kapal selam. Tidak kurang Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sendiri yang mengemukakan hal ini di sela-sela seminar di LIPI yang dikutip di awal kolom ini.

Merentang rancang bangun

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang mengunjungi PT DI, PT Pindad, dan PT PAL tentu diyakinkan bahwa dari segi kemampuan, tak ada yang diragukan dari putra-putra bangsa Indonesia untuk menguasai rancang bangun alutsista. Di matra udara, setelah membuktikan diri bisa membuat pesawat secanggih N-250 pada pertengahan dekade silam, masuk akal kalau program seperti KFX bisa merentang kemampuan lebih lanjut. Hal sama bisa dikatakan untuk PT Pindad, yang setelah menguasai rancang bangun kendaraan tempur dan membedah tank ringan Scorpion, lalu dalam posisi untuk merancang bangun pembuatan tank sekelas AMX.

Untuk matra laut, wacana bisa direntang lebih luas. Membaca buku Kapal Selam Indonesia (karya Indroyono Soesilo dan Budiman, 2008), pembaca tidak saja disuguhi sejarah kapal selam dan pengoperasiannya di Indonesia, lengkap dengan komandan dan awak yang pernah bertugas di kapal-kapal selam tersebut, tetapi juga segi lain yang berlingkup masa depan.

Di masa ketika isu perbatasan, khususnya perbatasan di laut, semakin sering mewarnai hubungan Indonesia dan negara tetangga, khususnya Malaysia, salah satu alutsista yang lalu sering dirasakan urgensinya adalah kapal selam. Bila kapal permukaan seperti korvet atau fregat melambangkan kehadiran, tetapi mudah disimpulkan kekuatannya, kapal selam lebih bermakna strategis karena memiliki daya penggentaran yang besar. Eksistensi yang nyata, tapi relatif sulit dilacak, membuatnya semakin dihargai oleh banyak negara. Setelah Singapura (4 Challenger dan 2 Archer yang merupakan kelas Vastergotland, Swedia), Malaysia pun kini sudah membeli dua kapal dari kelas Scorpene (buatan Perancis) (lihat The Military Balance 2010, IISS, 2010).

Kini Indonesia hanya mengoperasikan dua kapal selam–Cakra dan Nanggala–yang usianya hampir 30 tahun. Kapal selam tipe 209 buatan HDW Jerman ini sejak beberapa tahun terakhir disebut-sebut akan dicarikan penggantinya.

Ada wacana untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai dengan kapal selam tipe 209, yang artinya tetap menggunakan buatan Jerman. Lalu yang terakhir muncul tawaran dari Pemerintah Korea, yang juga telah menguasai teknologi tipe 209 (dengan nama Changbogo).

Membuat kapal selam

Pembuatan kapal selam menjadi satu dari dua bahasan yang muncul ketika Sekretaris KKIP Sjafrie Sjamsoeddin berkunjung ke PT PAL. Selain kapal selam, topik lain adalah pembuatan kapal perusak kawal rudal.

Tentu dibutuhkan nasionalisme dan rasa percaya diri untuk bisa membuat kapal selam. Selama ini di PT PAL telah dibuat kapal berbagai jenis dan berbagai ukuran, dan membuat kapal selam dipastikan akan menuntut dimilikinya keterampilan teknis dan pemahaman akan rekayasa yang canggih.

Keinginan menguasai teknologi pembuatan kapal selam juga dibaca oleh pembuat kapal selam asing yang ingin menawarkan produknya ke Indonesia. Thyssen yang kini sudah menjadi perusahaan induk HDW pun dalam menawarkan tipe 209/1400 ini juga menawarkan alih teknologi kepada Indonesia, dalam hal ini PT PAL.

Sebagaimana juga ada di PT DI untuk pesawat terbang, di PT PAL pun kelak akan ada fasilitas pembuatan badan serta instalasi berbagai sistem yang ada pada kapal selam, seperti propulsi dan sebagainya. Keterampilan tersebut bisa diperoleh secara bertahap. Itu sebabnya, pada kapal selam pertama, sebagian besar pekerjaan (perakitan badan tekan dan instalasi outfitting tingkat tinggi) akan tetap dilakukan oleh mitra pembuat, dan PT PAL hanya akan mengerjakan integrasi dan penyelesaian keseluruhan kapal. Namun, untuk kapal kedua dan ketiga, bagian yang akan dikerjakan oleh teknisi Indonesia akan lebih banyak.

Diharapkan dengan proses alih teknologi yang konsisten, yang mengucur dari adanya program yang terjadwal rapi, pengerjaan dua kapal selam dengan alih teknologi bisa dikerjakan dalam tempo enam tahun.

Melalui program seperti itu, RI tidak saja akan menguasai pembuatan kapal selam, tetapi juga alutsista lain yang semakin kompleks.

Bila komitmen mendukung pengembangan kemampuan dalam negeri ingin diwujudkan, kapal selam jelas akan menjadi proyek lompatan kuantum yang besar artinya. (Ninok Leksono)
Selengkapnya...

Senin, 04 Oktober 2010

PT PAL Bangun Kapal Perusak Rudal

(Foto: Kemenhan)

03 Oktober 2010, Surabaya -- PT PAL Indonesia mengembangkan Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) yang dilengkapi sistem persenjataan lengkap untuk melaksanakan berbagai tugas militer.

Pembangunan kapal perang ini diawali dengan proposal pengadaan kapal oleh TNI AL kepada Kementerian Pertahanan. Proyek pembangunan kapal yang membutuhkan waktu empat tahun itu diharapkan menjadi salah satu langkah awal menuju kemandirian alat pertahanan nasional.Demikian disampaikan pada kunjungan kerja Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) ke PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya, Jawa Timur. KKIP terdiri dari pihal-pihak terkait mulai dari Kemhan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), dan TNI.

"PKR merupakan salah satu langkah konkret untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan," ungkap Direktur PT PAL Indonesia Harsusanto kepada para wartawan.

"Proyek PKR juga akan kami isolasi supaya tidak ada percampuran cash flow yang membingungkan."

Setidaknya 35 orang desainer kapal yang merupakan ahli teknik yang telah mengenyam pendidikan post-doktoral dan 435 anggota tim produksi dibutuhkan untuk pembangunan kapal tersebut.

Ia mengharapkan Kementerian Riset dan Teknologi dapat menggalang tim litbang yang terdiri dari alumnus sekolah teknik seperti Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi 10 November untuk mengembangkan proyek kapal ini.

"Apabila November ini efektif terlaksana, kapal PKR akan selesai pada Agustus 2014 nanti," katanya.

MI
Selengkapnya...

Senin, 27 September 2010

( INDONESIA) BPPH Kembangkan Sistem Control Ability Kapal Selam



27 September 2010 -- Isu-isu pertahanan dan keamanan berkaitan dengan masalah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin sering bermunculan. Untuk menanggapi masalah-masalah tersebut serta menjaga kedaulatan NKRI maka kehandalan dan kelengkapan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI sangat diperlukan.

“Sebagai negara maritim, idealnya diperlukan alutsista laut yang handal dan lengkap, tetapi belum dapat diwujudkan karena keterbatasan dana dan adanya efek berantai yang timbul akibat embargo. Dampak embargo ternyata tidak selalu merugikan. Berkat embargo muncul semangat untuk mengurangi ketergantungan pembelian alutsista luar negeri”, ungkap Kepala Badan Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (BPPH), Erwandi saat ditemui di ruang kerjanya, Surabaya (22/09).
Lebih lanjut, Erwandi mengatakan bahwa salah satu alutsista laut yang strategis dan sarat dengan muatan teknologi tinggi, serta mempunyai efek psikologis yang tinggi terhadap lawan adalah kapal selam. “Karena itulah, sejak tahun 2007 UPT-BPPH bekerjasam dengan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI-AL serta dukungan dari Departemen Pertahanan mulai melakukan desain kapal selam berukuran kecil dengan panjang 22 meter dan menguji modelnya di tangki uji tarik dan di tangki kolam lebar untuk percobaan maneuver di laboratorium BPPH”.

“Tahun 2010 ini kami berencana untuk merancang sistem control ability kapal selam. Sistem ini nantinya dapat berperan dalam mengontrol gerak kapal secara horizontal, vertikal, menyelam, atau naik ke permukaan laut kembali. Selain itu, rencana ke depan kami juga akan mengembangkan penelitian tentang sumber-sumber noise dari propeller kapal selam. Jadi dengan berkurangnya noise pada kapal selam maka gerakan kapal selam akan sulit terdeteksi oleh musuh”, jelas Erwandi.

“Saya berharap, nantinya Indonesia mampu membuat kapal selam sendiri. Hal itu tentunya akan menjadi kebanggan tersendiri bagi bangsa kita. Tapi memang tahapannya tidak bisa langsung membuat kapal selam yang besar, harus bertahap. Yang terpenting sekarang ini saya ingin berhasil mengembangkan sistem control ability kapal selam. Karena jika kita sudah memiliki teknologi control ability ini, maka kita dapat membuat kapal selam yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan baik untuk pertahanan keamanan maupun pariwisata. Tinggal bagaimana nanti desain kapal selamnya dibuat”, tegasnya.

BPPT
Selengkapnya...

TNI Siapkan Pembangunan Satu Batalion Tank



Tank Scorpion KOSTRAD. (Foto: KOSTRAD)

25 September 2010, Pontianak -- Komando Daerah Militer XII Tanjungpura mulai membangun satu batalion tank bagian Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat awal tahun 2011 guna menambah kekuatan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

"Batalion tank itu akan kami tempatkan di Kabupaten Bengkayang, untuk memudahkan mobilisasinya kendaraan berat itu di sepanjang kawasan perbatasan Kalbar - Malaysia," kata Komandan Korem 121 Alambhana Wanawai Kolonel Inf Toto Rinanto di Pontianak, Sabtu.
Ia menjelaskan, rencana pembentukan batalion tank itu secara detil masih digodok di Mabes TNI AD.

"Pada dasarnya kami siap mengamankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dari gangguan luar dan dalam," kata Totok.

Menurut dia, lokasi akan dibangunnya batalion tank itu sudah dipersiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkayang.

"Saya bersama Pangdam XII Tanjungpura sudah turun langsung meninjau lokasi pembangunan batalion tersebut," ujarnya.

Sebelumnya Panglima Kodam XII Tanjungpura Mayjen TNI Moeldoko membenarkan, pembangunan batalion tank di Bengkayang akan dimulai pada 2011. Jumlah personel yang ditempatkan untuk batalion tersebut sekitar 600 orang.

"Sekarang, yang ada hanya setingkat Detasemen Kavaleri," kata dia.

Selain itu, jenis tank yang digunakan saat ini akan diganti dengan yang berkapasitas dan kemampuan tempur lebih baik. Jumlahnya pun lebih banyak.

Menurut dia, penempatan batalion tank di Bengkayang dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan poros tengah di Kalbar.

Mobilisasi ke berbagai daerah di Kalbar juga lebih mudah dan cepat karena infrastruktur relatif baik.

"Misalnya menuju Sanggau, atau daerah perbatasan lainnya, mudah dilakukan," kata Moeldoko.

Kodam XII Tanjungpura juga akan terus melakukan pembinaan teritorial terpadu dengan pemerintah daerah setempat di wilayah perbatasan. Diantaranya mengenai aspek kesadaran bela negara, kewarganegaraan yang sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Ia melanjutkan, penanganan di perbatasan perlu dilakukan secara menyeluruh. "Tidak hanya membangun sistem pertahanan dan keamanan," katanya.

Kodam XII Tanjungpura bermarkas di Pontianak dengan cakupan dua provinsi yakni Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

ANTARA News
Selengkapnya...

Pindad Raih Pesanan Senjata Rp1,3 Triliun



(Foto: KOMPAS)

26 September 2010, Jakarta -- Produsen senjata dan amunisi PT Pindad (Persero) meraih kontrak pemesanan senjata mininal Rp1,3 triliun tahun 2010, meningkat dibanding tahun 2009 sebesar Rp900 miliar.

"Hingga September kontrak yang kami raih sudah mencapai Rp1,3 triliun. Hingga akhir tahun ini masih ada kontrak yang akan kami peroleh," ujar Direktur Utama Pindad, Adik Soedarsono, di sela Indonesia Business-BUMN Expo and Conference (IBBEX), di Jakarta, Minggu.
Menurut Adik, sesuai Rencana Kerja Anggaran Perusahaan [RKAP] nilai kontrak hanya Rp1,1 triliun, namun mampu menambah kontrak Rp 200 miliar.

Meski begitu, Adik tidak menyebut kontrak mana saja yang akan digaet oleh Pindad.Dari total kontrak tersebut, Pindad juga mendapatkan kontrak pembuatan bahan peledak.

"Pelanggan kami [Pindad] berasal dari perusahaan pertambangan yang biasanya digunakan di Sumatera dan Kalimantan," katanya.

Kontrak paling besar diperoleh oleh Pindad berasal dari Kementrian Pertahanan dan Keamanan yakni sebesar Rp900 miliar untuk membuat amunisi dan senjata.

Total peluru yang dipesan oleh Kemenhan pada tahun ini sebesar 80 juta ton.

"Pesanan dari Kementrian Pertahanan dan Keamanan terus meningkat. Tahun 2009 hanya memesan senjata dan peluru sebesar Rp 650 miliar," ujarnya.

Ia menambahkan, selain kontrak dalam negeri, Pindad juga memperoleh kontrak luar negeri.

"Pindad sedang menyelesaikan kontrak ekspor dengan Amerika Serikat. Kontrak ekspor itu, diperoleh pada November 2009 berupa 20 juta ton peluru," katanya.

Pada 2010 Pindad menargetkan pendapat Rp1,2 triliun.

"Optimis target tersebut tercapai. Karena hingga semester pertama, jumlah pendapatan yang diperoleh Pindad mampu menembus angka Rp600 miliar," katanya.

Pada tahun ini, Pindad mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 miliar untuk belanja modal (capex), yang digunakan untuk membeli tujuh unit mesin-mesin baru teknologi Jerman dan Prancis, dengan kapasitas yang lebih besar.

ANTARA News
Selengkapnya...

Sabtu, 25 September 2010

Indonesia Inginkan tambah 6 Sukhoi Lagi



pesawat Sukhoi Su-30 milik TNI-AU (photo : Kaskus Militer)

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia menegaskan berencana menambah enam pesawat jet tempur Sukhoi untuk menggenapkan 10 unit yang ada menjadi satu skuadron.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Jumat (17/9/2010), mengatakan, rencana penambahan enam Sukhoi itu telah mendapat persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Imam Sufaat mengatakan, keberadaan 10 pesawat Sukhoi yang bermarkas di Skadron Udara 11 Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin, Makassar, belum memadai untuk memberikan daya tangkal.

"Dibandingkan dengan wilayah udara nasional yang begitu luas, 10 unit Sukhoi yang ada belum memadai," tutur Imam.

Ia mengatakan, bandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang luas wilayah udaranya lebih kecil. Malaysia memilki 18 Sukhoi dan Singapura memiliki 24 pesawat F15.

Jadi, tambah Imam, dalam jangka panjang, TNI Angkatan Udara sudah menetapkan menambah enam unit pesawat jet tempur Sukhoi.

Sejak tahun 2003, Indonesia telah memiliki 10 pesawat tempur Sukhoi yang diadakan dari Rusia. Pada tahun 2003, Indonesia membeli empat Sukhoi jenis Su-30MK dan Su-27SK, masing-masing dua unit.

Indonesia kemudian membeli enam pesawat Sukhoi lagi pada tahun 2007 setelah perusahaan Rusia penghasil pesawat tempur Sukhoi pada 21 Agustus 2007 mengumumkan menjual enam pesawat tempur tersebut kepada Indonesia senilai 300 juta dollar AS atau Rp 2,85 triliun.


Enam pesawat Sukhoi yang dibeli itu terdiri atas tiga Sukhoi SU-30MK2 dan tiga jenis Su-27SKM. Tiga jenis Sukhoi Su-30MK2 tiba pada Desember 2008 dan Januari 2009.

Tiga unit Sukhoi Su-27SKM masing-masing tiba pada Jumat (10/9/2010) dan Kamis (16/9/2010). Dengan penambahan yang ada dan akan diadakan pada jangka panjang, TNI Angkatan Udara telah mengirimkan calon penerbang dan teknisi Sukhoi ke Rusia dan China sebagai salah satu operator Sukhoi.
Selengkapnya...

Jumat, 16 Juli 2010

PT DI Bisa Produksi Jet Tempur


BANDUNG(SI) – PT Dirgantara Indonesia (DI) menyatakan siap membuat pesawat tempur KF-X guna mendukung kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel).

BUMN ini memiliki kompetensi membuat jet tempur berkemampuan di atas rata-rata. ”Desain,sumber daya manusia,teknologi, dan quality control kami menyatakan siap,”ujar Kepala Humas PT DI Rakhendi Triyatna di Bandung kemarin. Kesiapan PT DI bukanlah isapan jempol. Rakhendi menyebutkan, antara tahun 1986-1990 saat masih bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN), pihaknya pernah memproduksi tujuh komponen untuk 40 pesawat tempur F-16. Hasilnya excellent,” tandasnya. Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI I Wayan Midhio mengatakan bahwa RI akan berusaha agar pembuatan KF-X dapat dilakukan di Tanah Air, khususnya di PT DI.

Dengan demikian, diharapkan Indonesia bisa mendapat transfer teknologi. Namun di mana kepastian pesawat tempur KF-X akan diproduksi, menurut dia, sejauh ini belum dibicarakan. ”Kami berharap pesawatnya dapat dibuat di sini (Indonesia). Ini akan dibahas dalam kesepakatan selanjutnya.Kalau yang ditandatangani Pak Erris Herryanto (Sekjen Kemhan) kemarin itu baru perjanjian awal,” ujar I Wayan. I Wayan menuturkan, nota kesepahaman dengan Korsel berkaitan dengan rencana produksi bersama (joint production), riset hingga terbentuknya prototipe pesawat tempur.
Prototipe tersebut dapat diproduksi di Indonesia tahun 2020 oleh PT DI. Lebih jauh dia menjelaskan, Indonesia tidak akan mendapat lisensi dari pesawat KF-X karena rancangan awal dari jet tempur tersebut adalah milik Korsel sepenuhnya. Indonesia dalam hal ini hanya menjadi mitra kerja sama, terutama dalam hal pemasaran. Kendati demikian, dia menjamin Indonesia akan mendapat keuntungan dari kerja sama ini karena dapat menyerap teknologi, sedangkan pihak Korsel dapat memangkas biaya produksi dan terbantu di urusan penjualan produk pesawat tempur.

Dia menambahkan, selain sudah mempunyai kemampuan membuat pesawat, Indonesia dipilih Korsel karena memiliki kedekatan dengan banyak negara berkembang. ”Pasar dari KF-X yang utama adalah negara berkembang dan Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak kolega dengan negara-negara lain,” katanya. Seperti diberitakan sebelumnya, Kemhan RI meneken kesepakatan dengan Korsel untuk memproduksi dan memasarkan jet tempur KF-X yang tertunda beberapa tahun karena terbentur masalah teknis dan pendanaan. Kesepakatan bukan hanya menjadi kebanggaan bangsa karena tidak banyak negara yang bisa memproduksi pesawat tempur, tapi juga untuk melepaskan ketergantungan alat utama sistem senjata (alutsista) dari negara lain.

Dalam kesepakatan yang diteken Komisioner Kementerian Pertahanan Korsel dan Sekjen Kemhan RI Marsekal Madya TNI Erris Herryanto, Indonesia akan menanggung 20% biaya dan akan memperoleh 50 pesawat yang mempunyai kemampuan tempur melebih F-16 ini. Sekjen Kemhan Erris Herryanto sebelumnya pernah mengungkapkan, anggaran yang dibutuhkan untuk proyek strategis tersebut sebesar USD8 miliar dengan jangka waktu kerja sama hingga 2020. Selama waktu itu diharapkan sudah bisa disiapkan lima prototipe.

Pengamat militer MT Arifin berharap dalamkerjasamapembuatan pesawat KF-X tersebut Indonesia bisa memastikan adanya alih teknologi.

Proses alih teknologi dapat terjadi dengan melibatkan PT DI dalam pembuatan KF-X. Menurutnya, tanpa adanya transfer teknologi, kerja sama yang memakan banyak biaya tersebut akan sia-sia,bahkan mendatangkan kerugian. ”Kita harus melihat dulu perjanjiannya seperti apa? Yang terpenting, Indonesia harus mendapatkan transfer ilmu dari adanya kerja sama pembangunan pesawat ini,”ujarnya. Dia pun menilai Indonesia sudah saatnya memproduksi sendiri materi keperluan pertahanan dan keamanan. Jika ilmuwan Tanah Air mampu dengan optimal menyerap teknologi dari Korsel, hal itu dinilainya sebagai perkembangan yang luar biasa. Selama ini Indonesia masih banyak membeli senjata, pesawat,dan kapal dari luar.

”PT DI memang begitu bagus di era Habibie. Namun setelah itu banyak ilmuwan terbaik kita yang lebih memilih bekerja di Singapura dan negara-negara lain. Ini bisa menjadi momentum yang bagus untuk PT DI,”imbuhnya. Kerja sama Indonesia-Korsel ini ternyata sudah sampai ke telinga para blogger sista (sistem pertahanan) dan Facebooker di Indonesia. Berdasarkan penelusuran harian Seputar Indonesia hingga sore kemarin,sudah ada akun Facebook dengan nama Dukung RI Produksi Pesawat Tempur Ini.

(Seputar Indonesia)
Selengkapnya...

N-250 Cikal Bakal Hakteknas


14 Juli 2010, Jakarta -- Keberhasilan uji terbang pesawat Gatotkaca N-250 karya anak bangsa untuk pertama kalinya pada 10 Agustus 1995, menjadi cikal bakal lahirnya peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).

"Setiap 10 Agustus diperingati Hakteknas karena pada tanggal tersebut dunia telah menyaksikan keberhasilan bangsa Indonesia menerbangkan secara perdana pesawat yang diproduksi sendiri oleh putra-putri Indonesia," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Suharna Surapranata di Jakarta, Rabu.
Usai membuka rangkaian peringatan ke-15 Hakteknas 2010 di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang ditandai dengan pelepasan balon, Suharna mengatakan bahwa momen tersebut sangat penting untuk bersama-sama bercermin pada masa lalu untuk pembangunan teknologi.

"Tepat 15 tahun lalu, pesawat N-250 membumbung tinggi di langit. Saat itu secara sadar kita deklarasikan kepada dunia kemajuan kita dalam teknologi," kata salah satu pendiri Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) itu.

Pesawat N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (Sekarang PT Dirgantara Indonesia). Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya pada 1995.

Pesawat berbaling baling enam bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang dan ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km.

Keberhasilan menciptakan pesawat tersebut merupakan bukti nyata prestasi putra-putri Indonesia yang membanggakan dalam upaya mengembangkan, menerapkan serta menguasai iptek khususnya dibidang kedirgantaraan.

Keberhasilan itu juga mencerminkan bahwa sebuah sistem inovasi telah tercipta dalam proses produksi pesawat terbang di Indonesia maka pada 10 Agustus setiap tahunnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden nomor 71 tahun 1995 sebagai peringatan Hakteknas.

Meski kebangkitan teknologi nasional telah terjadi 15 tahun lalu, namun makna dari kebangkitan teknologi itu menjadi berarti jika peringatan yang dilakukan setiap tahun mampu mendorong semangat memanfaatkan dan mengembangkan teknologi dalam bingkai sistim inovasi.

"Dalam peringatan ke-15 Hakteknas kita harus tetap meningkatkan kebersamaan dan sinergi sejalan dengan pembangunan iptek nasional," kata Suharna.

ANTARA News
Selengkapnya...

Selasa, 13 Juli 2010

RI-S. Korea KFX Cooperation: The Second Best Option?


ndonesia and South Korea are getting ready to sign an MoU on the joint-development of a KFX fighter jet program (dubbed Boramae) later this year, following a letter of intent in March 2009 on Indonesian participation in a KFX study. When enacted, the MOU will provide a breakthrough for both countries in terms of bilateral defense collaboration and aircraft technology indigenization.
The defense community and members of parliament believe that the cooperation will help the revitalization of the Indonesian defense industry. MPs urged the government to conduct a feasibility test before embarking on a US$2 billion venture that spans across an eight-year period. It is expected from the collaboration that five prototypes will be built before 2020.Approximately 200+ aircraft will be manufactured for both the Indonesian and Korean Air Force. Surely there is a sense of pride creeping into every Indonesian’s minds knowing that the biggest Muslim country in the world is going to carry on an indigenize a fighter jet program, debunking the myth that only technologically advanced countries can achieve this.

Indeed, the cooperation will not only allow Indonesia to access the so-called 4.5th generation fighter jet technology, but also help South Korea preserve the bloodline for an indigenous fighter jet program since they can only afford 60 percent of the necessitate fund.

But before we indulge in a techno-nationalism fantasy, several imminent issues need to be pondered. Sarcastic remarks as to why Indonesia uses a jet fighter project as sustenance for the aerospace industry when the capacity of the Indonesian Aerospace is still limited to transport aircraft and helicopter, will inevitably raise.

Therefore, it is important to answer basic questions such as what the “indigenize fighter jet program” means in reality and how this will help revitalize the defense industry. There is also an urgency to shed some light upon the KFX program and whether it fits into the Indonesian strategic and defense-industrial interests.

The first issue is the technical and fiscal feasibility of the KFX project. The controversial project was initiated in 2001, with an estimated cost of $13 billion for the production of 120 aircraft, and has not progressed from a feasibility study since. It is acknowledged that South Korea is lacking both in technical and fiscal abilities to kick start the program, with the Korean Aerospace Industry (KAI) as a prime contractor possessing only 63 percent of technological capability needed.

Established through a merger of three companies in 1999, KAI has a modest experience of developing the indigenous KT-1 Wong Bee trainer, license-producing F-16K and joint-developing T-50 advanced trainer as well as making parts for F-15 (forward fuselage and wings).It does not have an extensive track record as it exports only the KT-1 trainer to Indonesia and Turkey, and is still unable to sell a single T-50 advanced trainer jet despite having been shortlisted for procurement in the United Arab Emirates (UAE), Israel, Greece, Singapore and the US.

The second issue is the “sovereignty” of technology contained in the KFX and sustainability of in-service operation, since the KFX will be using subsystems such as engine and avionics from third countries that might present political complication for Indonesia. The KFX will be developed from T-50 Golden Eagle, a supersonic advance jet trainer jointly developed by KAI and the US Lockheed Martin, with the latter provided the avionics system, flight control and wings. In addition to the US, it is possible that Israel also contributes through an Active Electronically Scanned Array (AESA) radar that will be built domestically in South Korea.

With the Korean Defense Acquisition Program Administration (DAPA) statement about the necessity to bring in international partner from big players such as Boeing, Lockheed Martin, EADS and Saab to help develop the KFX, obviously there will be further third country subsystems fitted into the KFX platform, which bring more complexities of supply in the future. Nevertheless, there is benefit, as Indonesia might be able to absorb world class knowledge through cooperation with those big aerospace companies and establish a position in the global supply chain.

The third issue is risk associated with developing new technology; among them are cost overruns, under performance and delay. Under the MOU, Indonesia will bear 20 percent of the initial budget worth $8 billion, but the real cost can easily stretch out along the process. The risks of cost overruns and delay have taken place in similar collaborations such as the Joint Strike Fighter (JSF) and the Eurofighter.

The JSF cost overrun is almost double its initial estimated price within 10 years of project (2001-2010), whereas the Eurofighter experienced cost overrun and “eternal delay” so bad that the participating countries decided to cut down the amount of aircraft order. Indonesia needs to be clear on how flexible they can be in terms of accepting risks incurred from participation in the project and whether the risk will be worthy of being paid off.

The fourth issue is whether the KFX project will really help revitalize the Indonesian defense industry, through job creation, transfer of technology and creation of local supply chains. Jakarta needs to be articulate in the clearest way possible about the expectation of the economic benefits possibly derived from the project.

It is not clear yet as to which model of work share is to be employed, whether it is juste retour (just return) or earned work shares (participation based on demonstrated competencies), or will Jakarta only access the know-how without participating in the production line (which is nearly impossible).
For the sake of comparison, the Eurofighter project helps create 30,000 jobs across Europe.
However, with a cost at $45-50 million per copy, it sees limited prospect of export when facing competition from the JSF and Gripen, not to mention competing Russian and Chinese products in the non-European market.

Aviation Week estimated the break-even-point of the KFX will be reached with production of at least 200-250 aircraft, and it is only if the unit price of each copy can be pushed down to $41 million that makes it possible for export. If Indonesia were to order around 50 aircraft, it is possible to negotiate 20-25 percent of total work-share based on juste retourprinciple, and this will materialize in a significant number of jobs. Without export, however, the long-term economic benefits will likely demise once the project completes.

Experts share doubt whether the KFX can really offer the cutting-edge technology as offered by 5th Generation fighters such as the JSF and the Indo-Russian PAKFA in 2020s, which means in terms of strategic calculation, the KFX may not be the best option to fight with a more technologically advanced enemy.

Facing the 5th G fighter jet race from China, Japan, and Indo-Russia, the South Korean government has a difficult time calculating a trade-off between strategic and industrial interest, between building an indigenous fighter or buy best off-the-shelf (OTS) available on the market. Indonesia may not face a similar dilemma as there is no imminent 5th G fighter race with neighboring countries, but it does not mean that Jakarta do not need to explore another value for the money option.

Another possibility of using defense acquisition as industrial policy tool is using an offsets obligation to accompany the OTS procurement. Alternatively, $2 billion will enable Indonesia to get more than a squadron of cutting-edge OTS technology. Neither joint-development nor procuring OTS will give sovereignty of supply, but the OTS does not only give the advantage of value for money because it bypasses the development cost, but it also ensures getting the attested technology that probably would serve both defense-industrial and strategic interests better.
Selengkapnya...

Minggu, 11 Juli 2010

Granat Meriam Buatan Anak Bangsa


Granat Meriam adalah salah satu alutsista munisi kaliber besar (MKB) yang digunakan oleh TNI Angkatan Darat dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian disampaikan Kol. Wardoyo, SB, Slp, Dirbinlitbang Pussen Armed TNI AD yang didampingi Dr. Ir. Ade Bagja, Deputi Direktur Litbang, Direktorat Produk Sistem Senjata, PT. PINDAD (Persero), pada Iptek Talk, Minggu, 11 Juli 2010, Pkl. 18.30-19.00 WIB di TVRI.Menurut Wardoyo, di TNI AD granat meriam lebih dikenal dengan munisi meriam. Granat meriam ini terdiri dari dua paket, yaitu munisi dan selongsong. Granat meriam yang terdiri dari dua paket tersebut akan dimasukkan ke dalam laras meriam atau diloading, dalam pelaksanaan tergantung dari elevasi atau sudut yang diinginkan. Penggunaan granat meriam / munisi meriam di TNI AD sudah sejak perang dunia ke dua selesai. Sampai saat ini TNI AD masih menggunakan granat meriam produk dari luar negeri, akan tetapi bukan berarti TNI AD tidak mau menggunakan produk lokal, melainkan karena PT. PINDAD sendiri sebagai perusahaan senjata dalam negeri belum membuatnya.

Wardoyo menjelaskan bahwa memang selama ini TNI AD berkiblat ke luar negeri, selama ini meriam yang digunakan memang berasal dari luar negeri. Berdasarkan pengalaman, walaupun meriam itu buatan luar negeri belum menjadi jaminan, tetap saja masih ada hambatan dalam penggunaannya di lapangan. Tetapi ternyata, granat meriam produk lokal, yaitu hasil anak bangsa di PT. PINDAD sudah memenuhi syarat-syarat tipe granat meriam yang digunakan dalam rangka pengadaan barang TNI AD, maka PT. PINDAD bisa mengikuti proses pelelangan.

Ade menjelaskan bahwa memang sampai saat ini PT. PINDAD belum membuat granat meriam. Akan tetapi keinginan untuk membuat sudah lama, apalagi PT. PINDAD sudah mempunyai fasilitas yang bisa digunakan dalam produksi granat meriam. Fasilitas ini sudah ada sejak tahun 1991, dan bisa di optimalkan. Fasilitas ini disebut dengan filling plan yang berada di divisi munisi, di kota kecil Turen, sekitar 30 km dari kota Malang Jawa Timur. Filling plan yang dimiliki PT. PINDAD di Turen itu merupakan filling plan terbesar se-Asia Tenggara. Bahkan beberapa negara tetangga tidak memiliki filling plan seperti yang dimiliki oleh PT. PINDAD. Fasilitas ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan TNI AD. Jadi bisa dikatakan bahwa PT. PINDAD sudah siap untuk memproduksi granat meriam, tetapi bukan memproduksi granat meriam secara keseluruhan. Fasilitas filling plan tersebut hanya untuk hulu ledaknya saja. Granat meriam terdiri dari beberapa bagian seperti, bagian selongsong, bagian propelan sebagai pendorong. PT. PINDAD tetap akan melakukan produksi secara bertahap sampai dapat memproduksi sendiri granat meriam secara keseluruhan untuk kemandirian dalam hal pengadaan alutsista dalam negeri.

Menurut Ade, di dalam bagian granat meriam ada yang diisi dengan bahan eksplosif, supaya granat tersebut memiliki efek daya ledak. Untuk mengisi bahan eksplosif hulu ledak dari granat meriam ini maka digunakanlah fasilitas filling plan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi dari swedia, yang mana tahun 1991 sudah mulai dipakai. Kapasitas dari filling atau pengisian TNT ataupun campuran TNT ke dalam hulu ledak granat meriam ini sendiri mencapai 1.200 kg/shift, dimana dalam hulu ledak granat meriam 105 isinya hanya 2 kg TNT, berarti dalam 1 hari bisa lakukan pengisian hulu ledak granat meriam sebanyak 600 hulu ledak.
Selengkapnya...

Minggu, 30 Mei 2010

LAPAN SIAPKAN LOKASI DI PULAU ENGGANO


Jakarta, Kompas - Dengan mempertimbangkan faktor keamanan saat peluncuran roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional akan memindahkan tempat peluncuran wahana antariksa tersebut ke Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu.
Untuk tujuan itu telah ada persetujuan dari pemerintah daerah setempat.
Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun hari Selasa (25/5) mengatakan, pemindahan itu juga dilatarbelakangi kondisi sekitar lokasi peluncuran yang lama yang berada di daerah Pamengpeuk, Provinsi Jawa Barat. Pamengpeuk kini telah padat menjadi daerah permukiman.

”Pemindahan itu berkaitan dengan rencana Lapan untuk meluncurkan satelit yang berukuran lebih besar, yang memerlukan zona aman atau bebas yang lebih luas,” kata Adi.Perairan Bebas

Pulau Enggano yang terletak di selatan perairan Provinsi Bengkulu relatif lebih aman karena di arah selatan menghadap perairan bebas. Namun, Adi juga melihat ada faktor yang kurang menguntungkan di pulau itu, yaitu aktivitas kegempaan di pulau kecil itu tergolong tinggi.

Karena itu, peluncuran roket akan menggunakan kendaraan peluncur roket atau satelit (satellite launch vehicle/SLV).

”Pembuatan roket akan dilakukan di Pusat Pembuatan Roket di Pulau Jawa,” kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Bambang Tedjasukmana. Untuk transportasi SLV dan roket itu Lapan akan bekerja sama dengan mitra terkait yang memiliki sarana kapal memadai.

Adi mengharapkan, lokasi peluncuran roket dari pulau tersebut sudah dapat terlaksana tahun depan. Rencananya, akan diluncurkan roket eksperimen berdiameter 550 mm. Akhir tahun ini direncanakan RX-550 akan menjalani uji statik.

Untuk mengarah pada peluncuran roket berkapasitas menengah itu, lanjut Bambang, akan dilakukan peremajaan prasarana yang ada, antara lain, yaitu mesin pembuat bahan bakar roket. Selama ini yang dilakukan hanya sebatas memodifikasi peralatan yang telah usang.

Menurut Adi, proses pembuatan bahan bakar roket atau propelan merupakan kunci yang menentukan unjuk kerja roket ketika diluncurkan, terutama terhadap daya dorongnya.

Terkait dengan peluncuran roket tersebut, lanjut Adi, Lapan mengalokasikan sebagian besar dana untuk pembangunan fasilitas peroketan dan sisanya untuk mempersiapkan peluncuran satelit kembar Lapan A-2 dan Lapan A-3 yang menggunakan roket Indian Space Research Organization (ISRO) dari India. Peluncuran akan dilakukan tahun depan. (YUN)

(Kompas)
Selengkapnya...

Senin, 15 Maret 2010

RADAR buatan anak bangsa


-- Memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer tidak mudah bagi Indonesia mengawasi aksi ilegal dan terjadinya kecelakaan serta pencemaran laut. Dengan mengoperasikan radar, petugas patroli dan pengawas pantai dapat mengamati dan kemudian mengatasi masalah tersebut dengan cepat.Keberadaan sistem radar dalam memantau kondisi lalu lintas laut dan udara memang sangat penting untuk menekan kasus kecelakaan di sektor transportasi. Kecelakaan di laut berpotensi menimbulkan pencemaran akibat tumpahan minyak dari kapal. Apalagi, jika kecelakaan menimpa kapal tanker seperti yang pernah terjadi di Selat Malaka dan Pelabuhan Cilacap beberapa tahun lalu.

Sayangnya, radar yang digunakan untuk pemantauan lalu lintas pelayaran saat ini telah ketinggalan zaman. Selain itu, jumlah dan kemampuannya juga amat terbatas. Maka, untuk memantau wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga, misalnya Singapura, pihak Indonesia mengandalkan sarana pemantau milik negara tetangga ini.

Saat ini dengan meningkatnya arus lalu lintas kapal laut di wilayah jalur pelayaran yang padat di Indonesia, dukungan sistem pengawas dan pemantau lalu lintas tidak hanya perlu ditingkatkan jumlahnya, tetapi juga kemampuannya.

Menurut Syahrul Aiman, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, kebutuhan radar di Indonesia mulai dari 800 hingga 900 buah, tetapi jumlah yang terpasang saat ini masih di bawah angka 30 dan semuanya buatan asing. Di antaranya adalah delapan radar buatan AS yang dipasang di sepanjang Selat Malaka. Harganya per unit 8 miliar dollar AS.

Karena fungsi radar sangat penting untuk transportasi laut dan udara, tambah Syahrul, perlu dilakukan pengembangan kemampuan dalam negeri Indonesia sendiri untuk penyediaan radar secara mandiri.

Selama ini ia melihat prosedur pembelian radar dari luar negeri sulit karena bersifat strategis, selain harganya yang mahal. Hal ini menjadi hambatan bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan peralatan radar. Hal inilah yang mendorong LIPI mengembangkan prototipe radar sendiri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Radar modern

Melakukan penelitian, rancang bangun sejak tahun 2006, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI berhasil menciptakan radar pengawas pantai.

Radar ini menggunakan teknologi modern, yaitu frequency- modulated continuous wave (FM-CW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tipe yang konvensional, tanpa mengurangi kinerja standarnya.

Mashury Wahab, Koordinator Peneliti Radar LIPI, menjelaskan, radar yang dapat memantau hingga radius 64 kilometer ini hanya menggunakan daya 2 watt, sedangkan sistem yang lama yang menggunakan tabung magnetron memerlukan daya hingga 10 megawatt.

Pembuatan radar ini melibatkan pihak TU Delf Belanda dalam desain dan teknisnya, tetapi peranti lunaknya dikembangkan sendiri oleh peneliti LIPI. Sistem karya LIPI ini memiliki kandungan lokal 40 persen. Dengan memanfaatkan potensi lokal, harga radar yang bisa mencapai lebih dari 8 miliar rupiah itu dapat direduksi hingga 40 persen, jelas Mashury, doktor bidang pemroses sinyal dari Curtin University of Technology Australia.

Prototipe tersebut, yang dikembangkan sejak tahun 2006, awal Mei ini mulai diuji coba di Bandung dan di Pelabuhan Merak Banten untuk memantau lalu lintas kapal. Ketika itu hasilnya menunjukkan bahwa alat tersebut masih memerlukan penyempurnaan dalam hal tampilan dan peranti lunaknya. Setelah mendapat perbaikan pada uji coba di Pantai Anyer pada Desember 2009, hasilnya baik.

Radar pantai buatan LIPI tersebut memiliki daya jangkau hingga 60 kilometer. Namun karena faktor kelengkungan horizon, radar itu hanya dapat melihat kawasan sejauh 30 kilometer, tambah Hiskia Sirait, Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.

Jejaring radar

Pengembangan sistem radar di dalam negeri, lanjut Syahrul, memungkinkan pengembangan jejaring radar di Indonesia dapat ”berkomunikasi” karena menggunakan sistem yang sama. Hingga tahun 2014, LIPI akan mengembangkan jejaring radar pengamat pantai dengan sistem tersebut.

Untuk fabrikasi karya inovasi ini, telah ada beberapa industri nasional yang berminat. Selain itu, saat ini juga telah ada permintaan nonformal dari pihak terkait, seperti TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Keamanan Laut, serta Kementerian Perhubungan.

Selain LIPI, sesungguhnya ada Divisi Radio & Communications System (RCS) dari PT Solusi 247 yang melibatkan peneliti lulusan ITB dan Universitas di Belanda yang juga berhasil mengembangkan radar navigasi kapal. Untuk ini, RCS juga menerapkan FM-CW pada radar tersebut. Pembuatan radar ini juga melibatkan peneliti LIPI dalam pengukuran dan pembangunan konstruksinya. (Yuni Ikawati)

KOMPAS
Selengkapnya...

Panglima TNI: Simulasi Antiteror untuk Tunjukkan Kepropesionalan TNI-Polri


Sejumlah personel tim gabungan Penanggulangan Teror TNI dan Polri melakukan selebrasi seusai menjalani latihan gabungan (Latgab) TNI-Polri antiteror, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (13/3) malam. Latihan gabungan yang melibatkan pasukan antiteror TNI AU Detasemen Bravo (Den Bravo), Densus 88, dan Kopassus, itu digelar antara lain untuk mengantisipasi aksi terorisme di kawasan vital seperti Bandara. (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/spt/10)14 Maret 2010, Jakarta -- TNI-Polri kembali mengadakan latihan gabungan (Latgab) penanggulangan terorisme di obyek-obyek yang rawan aksi teror. Latihan tersebut untuk menunjukkan kedua institusi itu cukup profesional dalam menangkal terorisme.

"Latihan ini menunjukkan TNI-Polri bisa profesional," kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso di sela-sela menyaksikan Latgab TNI-Polri di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Sabtu (13/3/2010) malam.

Sebelumnya, latihan serupa telah digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat (Jakpus).

Sejumlah personel tim gabungan Penanggulangan Teror TNI dan Polri melakukan penyerangan ke pesawat yang dibajak saat latihan gabungan (Latgab) TNI-Polri antiteror, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (13/3) malam. (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/spt/10)

ejumlah petugas berusaha memadamkan api yang membakar replika bangunan saat latihan gabungan (Latgab) TNI-Polri antiteror dan keselamatan penerbangan, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (13/3) malam. Latihan tersebut digelar untuk penanggulangan situasi gawat darurat penerbangan. (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/spt/10)

Pada kesempatan yang sama, Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan, Latgab TNI-Polri ini sesungguhnya merupakan program tahun 2009 lalu, namun tertunda.

"Latihan ini merupakan upaya untuk menghadapi reality yang ada jika memang benar terjadi kondisi seperti itu," tandasnya.

Ia menambahkan, penanggulangan teror tidak bisa dilakukan oleh institusi Polri atau TNI semata.

"Sebenarnya itu untuk memantapkan kegiatan kami yang dilakukan secara rutin. Dan ini membuktikan penanggulangan teror tidak bisa oleh satu institusi, semua berperan," tegas Sagom.

detikNews
Selengkapnya...

Minggu, 14 Maret 2010

LEMBAGA ANTARIKSA NASIONAL Operasikan Stasiun Bumi di Biak



Enginer Indonesia dan Jerman bekerja sama dalam pembuatan frame LAPAN-TUBSAT. (Foto: tubsat) Jakarta -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) telah mengoperasikan stasiun bumi yang dibangunnya sendiri di Pulau Biak, Papua, demikian diumumkan Lapan hari ini di Jakarta.

Para teknisi Lapan membuat stasiun bumi itu dengan mengintegrasikan komponen-komponen yang dibelinya dan membuat sebagian software (perangkat lunak) sendiri untuk mengoperasikannya.

Sebuah kemajuan karena dua stasiun bumi sebelumnya yang ada di Rumpin dan Rancabungur, Bogor, bukan dibuat sendiri tetapi dibeli dari Amerika Serikat.

Stasiun bumi Biak digunakan untuk menerima data dari LAPAN-TUBSAT, satelit mikro yang berbobot hanya 100 kilogram yang dikembangkan bekerjasama dengan Universitas Teknik Berlin, Jerman.

LAPAN-TUBSAT diluncurkan ke orbit polar dengan ketinggian 635 km di atas permukaan bumi pada Januari 2007. Dengan dua kamera, satelit itu mampu memotret berdimensi 5 meter dan lebar 3,5 km serta 200 m dan lebar 81 km.

Perangkat komunikasi tersebut telah berhasil mengambil berbagai citra di wilayah Indonesia bagian barat, mencakup Singapura hingga Bali.

Pada tahun lalu, LAPAN-TUBSAT digunakan untuk memantau pembangunan jembatan Suramadu dan proyek jalan tol di wilayah utara Pulau Jawa. Citra LAPAN-TUBSAT dapat dilihat di situs www.lapantubsat.org.

Draft LAPAN-TUBSAT. (Grafis: tubsat)



Stasiun bumi Lapan di Biak memiliki antena untuk menangkap sinyal satelit berorbit rendah. Dalam menangkap sinyal satelit semacam itu, antena harus dapat bergerak atau berubah orientasi secara cepat karena satelit muncul dan hilang dari horizon dalam waktu singkat, kurang dari 15 menit.

Beroperasinya Stasiun Bumi penerima Biak menambah cakupan LAPAN-TUBSAT hingga wilayah Indonesia timur, bahkan hingga pantai utara Australia.

Keberhasilan beroperasinya stasiun bumi di Biak menunjukkan bahwa teknisi Lapan telah menguasai teknologi perekayasaan stasiun bumi untuk satelit orbit rendah.

Lapan akan membangun stasiun bumi serupa mulai awal tahun ini di Kotatabang, Sumatra Barat, sehingga menambah cakupan LAPAN-TUBSAT melampaui Aceh hingga Semenanjung Malaya.

Bila stasiun bumi Kototabang terwujud, maka hanya wilayah Indonesia bagian tengah saja yang belum tercakup LAPAN-TUBSAT. Namun, itu tidak berlangsung lama karena pada 2011 akan dibangun stasiun bumi di Parepare untuk menjangkau wilayah itu.

ANTARA News
Selengkapnya...

Mahasiswa Surabaya Rancang Prototipe Senjata coil gun


Mahasiswa Sistem Komputer STIKOM Surabaya, Riza Rahadian Saputra, menunjukkan cara kerja Prototipe Senjata Pertahanan, di Surabaya, Selasa (16/2). Protipe persenjataan yang merupakan tugas akhir tersebut, menggunakan teknologi Coilgun dengan menerapkan sistem kontrol jarak jauh. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ed/mes/10)16 Pebruari 2010, Surabaya -- Mahasiswa S1 Jurusan Sistem Komputer STIKOM Surabaya, Riza Rahadian Saputra S.Kom, merancang prototipe senjata pertahanan yang menggunakan teknologi Coilgun dengan sistem kontrol jarak jauh untuk penembakan peluru ke arah lawan.

Prototipe persenjataan yang merupakan tugas akhir (TA) itu dipamerkan di atrium Royal Plasa Surabaya, Selasa, sehingga banyak pengunjung pasar swalayan itu mengagumi karya mahasiswa yang juga Ketua Tim Robot STIKOM Surabaya pada Kontes Robot Indonesia 2009 itu.

Dalam prototipe itu, Riza memberikan inovasi berupa suatu sistem yang mampu melindungi operator senjata itu saat terjadi serangan musuh yakni dengan menerapkan sistem kontrol jarak jauh pada prototipe rancangannya.

Dengan menggunakan kombinasi antara teknologi Coilgun dengan sistem kontrol jarak jauh yang dikembangkan secara manual dan otomatis diharapkan kombinasi itu dapat dimanfaatkan untuk pengembangan senjata yang efektif ketika jarak dan arah dari target diketahui.

Hasil dari pengembangan TA milik Riza adalah prototipe senjata yang mampu melontarkan peluru dengan kecepatan rata-rata 12,565 m/s dan rata-rata muzzle energy (daya dorong senjata) sebesar 0,55 Joule.

Ada pun spesifikasi peluru yang digunakan lelaki asal Madiun adalah panjang 3,5 cm, diameter 0,7 cm, dan beratnya 9,72 gram.

Selain itu, prototipe yang dihasilkannya itu juga telah mampu menentukan sudut elevasi secara otomatis dan berjalan baik pada sistem kontrol jarak jauhnya.

Ia mengaku pembacaan sensor pada prototipe rancangannya itu kurang sempurna, sehingga ada sedikit selisih hasil penentuan sudut elevasi bila dijalankan secara otomatis.

Secara terpisah, dosen pembimbing TA, Ihyauddin, S.Kom., mengatakan kecepatan peluru yang dihasilkan prototipe itu lebih cepat daripada senjata airsoftgun, namun prototipe itu hanya dapat melukai.

"Kalau ingin meningkatkan kecepatannya sehingga dapat digunakan membunuh, maka diperlukan penambahan jumlah kumparan sebagai elektromagnetiknya," katanya.

ANTARA News
Selengkapnya...

Jumat, 12 Maret 2010

Era Kebangkitan Kedirgantaraan INDONESIA



Beragamnya aplikasi satelit dan meningkatnya kebutuhan wahana ini, ditambah berlakunya pelarangan pembelian komponen pembuat roket, mendorong Indonesia mengumpulkan daya agar mandiri dalam bidang peroketan yang dikembangkan sebagai wahana pengorbit satelit.Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang mencapai usia 45 tahun pada 27 November lalu, sejak 2007 melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya. Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungannya pada pembuatan bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat.

Setelah sukses dengan peluncuran roket eksperimen berdiameter 320 mm atau Rx-320, Lapan berhasil melakukan uji statik Rx-420 pada Selasa (23/12) di Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan Rumpin, Tarogong, Tangerang. Pelaksanaan uji statik ini menyusul uji peluncuran roket kendali berdiamater 100 mm dan 300 mm serta roket balistik 122 mm yang diluncurkan akhir pekan lalu di Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seusai menyaksikan pelaksanaan uji statik Rx-420 itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan akan terus mendorong Lapan untuk konsisten mengembangkan roket sesuai dengan kompetensinya hingga mampu mengorbitkan satelit. ”Untuk program roket tahun 2009, saya telah mengusulkan kepada DPR dana sebesar Rp 25 miliar,” ujarnya.

Pada 2009, jelas Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun, setelah keberhasilan uji statik Rx-420, program peroketan akan dilanjutkan dengan uji peluncuran roket tersebut yang menurut rencana dilaksanakan Mei 2009.

Dijelaskan Edi Sofyan, Ketua Kelompok Penelitian Bidang Kendali Roket Lapan, roket kendali RK-100 sebanyak tiga unit diluncurkan Sabtu (20/12) di Pamengpeuk, Garut Selatan. Misi peluncuran ini adalah untuk menguji sistem kendali pada sirip belakang.

Peluncuran RK-100, yang mempunyai panjang 4 meter ini, merupakan fase ketiga eksperimen roket itu. Fase I yang dilakukan September 2007 masih ditemukan masalah pada bagian sayap. Setelah dilakukan perbaikan, dilakukan peluncuran RK-100 fase II pada Juni 2008.

Adapun uji peluncuran roket kendali 300 mm yang merupakan tahap pertama, jelas Edi, bertujuan untuk menguji sistem pendorong roket dan turbo jet.

Pada Minggu (21/12) di lokasi yang sama dilaksanakan peluncuran tahap pertama roket balistik RB-122 yang tidak dilengkapi dengan sistem kontrol. Pada uji peluncuran ini bertujuan untuk mengukur kinerja atau performansi motor roket.

Pengujian kinerja roket baik sistem kendali dan balistik merupakan satu rangkaian dalam pengembangan roket pengorbit satelit.

Konfigurasi Rx-420-320

Roket eksperimen berdiameter 420 mm (Rx-420), pelaksanaan uji statiknya tertunda seminggu, karena diperlukan penambahan sistem penahan pada bagian ekor propulsi, agar aman. ”Dengan memasang sistem penahan yang memadai pada roket, yang ditempatkan pada posisi horizontal di lorong itu, maka roket akan tetap stabil ketika dilakukan uji penyalaan,” urai Adi.

Dalam kondisi nyala, roket Rx-420 yang menggunakan bahan bakar amonium perklorat akan memiliki daya dorong hingga 10 ton dalam waktu 11 detik. ”Lepasnya penahan pernah terjadi pada tahun 1986 dalam uji statik sebuah roket. Akibatnya, roket keluar dari block house (rumah uji),” tambah Adi.

Pengukuran hasil uji statik Rx-420, jelas Lilis Mariani, periset di Tim Uji Statik Rx-420, performasi roket ini sedikit lebih baik dibandingkan desain rencana, terutama pada daya dorong roket yang lebih tinggi dari yang direncanakan.

Roket Rx-420 ini merupakan bagian penting dalam konfigurasi Roket Pengorbit Satelit (Satellite Launch Vehicle/SLV) Pertama Lapan yang direncanakan meluncur pada tahun 2014, jelas Yus Kadarusman Markis, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan.

Pada SLV-I itu, terdiri dari roket tiga tingkat, yaitu pada tingkat pertama dipasang tiga roket Rx-420 sebagai pendorong atau booster, pada tingkat dua satu propulsi berdiameter 420 sebagai sustainer, dan di tingkat tiga propulsi 320.

Dengan komposisi roket tersebut dan menggunakan bahan bakar propelan padat, menurut Yus, telah memadai untuk membawa satelit ke orbit. ”Roket pengorbit ini memungkinkan membawa nano satelit yang persiapannya makan waktu dua tahun,” tambah Adi.

Satu roket Rx-420 yang berbobot sekitar 2 ton memiliki jangkauan 120 km. Dengan konfigurasi itu, SLV-I diharapkan dapat menjangkau ketinggian sekitar 400 km. Roket ini dapat membawa muatan 50 kg untuk sampai pada orbit yang dicapai minimal pada ketinggian 250 km. Kecepatan horizontal roket di orbit mencapai 8 km per detik.

Saat ini Lapan tengah mengembangkan sendiri material yang lebih ringan untuk roket, karena pengembangan teknologi pembuatan baik propelan maupun material roket bersifat tertutup.

”Pembelian material dari pihak asing tidak dimungkinkan karena semua negara, termasuk China, tidak lagi memenuhi pesanan material untuk pembuatan roket dari Indonesia, sebagai negara yang masuk kategori perlu diawasi seperti Iran,” urai Yus.

Pada tahapan selanjutnya, Lapan akan terus mengembangkan roket berdiameter lebih besar, yaitu Rx-540 dan Rx-750. Roket Rx-420 merupakan roket keenam yang dikembangkan Lapan selama ini. Roket generasi terdahulu berturut-turut memiliki diameter 70, 100, 150, 250, dan 320 mm.

Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yus, peneliti Lapan juga telah mengembangkan bahan bakar propelan cair yang baru mencapai bobot 10 kg. Masih diperlukan waktu lama untuk sampai pada kapasitasnya untuk mendukung roket pengorbit satelit.

Kendalanya karena kurangnya sumber daya manusia peneliti dan sulitnya memperoleh bahan baku, serta tingginya tingkat kesulitan dan bahaya ledakan dalam pembuatan propelan cair. Meski begitu, Lapan harus mengembangkan pembuatan propelan cair yang memiliki kelebihan daripada propelan padat, yaitu membuat roket mudah dikendalikan ketika mengorbit.

Sumber: Kompas
Selengkapnya...

PT DI Kembangkan Kendaraan Amfibi Hovercraft


Bandung -- Tak hanya fokus pada pengerjaan dan pembuatan komponen pesawat terbang, PT Dirgantara Indonesia (DI) juga mulai fokus menggarap varian kendaraan multiguna. Sekitar dua tahun, BUMN strategis itu tekun mewujudkan hovercraft, sebuah kendaraan amfibi yang dinilai dibutuhkan di Indonesia berdasarkan karakteristiknya.Kebutuhan akan kendaraan multiguna itu seolah semakin bermakna ketika hovercraft milik Amerika Serikat menembus langsung dari laut dengan membawa sejumlah alat berat dan kebutuhan logistik di Pantai Meulaboh saat Tsunami Aceh terjadi pada lima tahun lalu.

Kejadian itu pula yang tampaknya mengilhami kelahiran hovercraft buatan dalam negeri tersebut. Ini pun diakui oleh Jubir PT DI, Rakhendi Triyatna. Menurut dia, satu unit prototype sudah diselesaikan.

"Saat ini, kami tengah mengerjakan dua unit pesanan TNI AD," jelasnya di Bandung, Senin (2/1).

Dijelaskan Rakhendi, rancang bangun dan penguasaan teknologinya tidak terlepas dari kemampuan ahli dan karyawan PT DI. Dimensi hovercraft buatan pabrik pesawat terbang plat merah itu mempunyai panjang 22 meter dengan lebar 11 meter. Tinggi struktur secara keseluruhan mencapai 5,7 meter.

Kendaraan yang dinamakan Landing Hovercraft Utility (LHU) IHOV-20 TM itu mampu mengeluarkan lesatan hingga 40 knots. Dalam beroperasi, hovercraft dari perusahaan yang berpusat di Bandung itu bisa pula digeber selama 5,2 jam. Untuk itu, asupan bahan bakarnya mencapai 313 liter per jam. Mesin yang menunjangnya adalah 2 X Marine Diesel Engine 1.550 HP.

Kendaraan di luar bisnis utama PT DI itu bisa mengangkut beban hingga 20 ton. Itu artinya IHOV-20 TM sanggup dimuati alat berat semacam backhoe 15 ton bagi penanganan bencana misalnya, apalagi di kawasan kepulauan.

Untuk menunjang pertempuran sebagai bagian dari alutsista, hovercraft juga siap diandalkan. Bidang muat di bagian tengah hovercraft mampu memarkirkan satu unit Tank AM atau Tank Scorpion 90. Jika pun tidak, bidang itu terbuka bagi pemuatan satu unit truk dan juga dua kendaraan taktis. Seratus pasukan siap pula diangkut kendaraan segala medan itu.

Menurut Rakhendi, pihaknya melepas LHU itu seharga 5 Juta US Dollar. Diharapkan inovasi itu bisa menjawab kebutuhan pasar tak hanya sebatas kepentingan militer. Pasalnya, hovercraft memang dihadirkan untuk menjawab kondisi medan di Tanah Air.

SUARA MERDEKA
Selengkapnya...

Indonesia akan memiliki Perpustakaan terbesar di dunia!!


Inilah maket salah satu perpustakaan terbesar di dunia yang akan segera berdiri di Depok, Jawa Barat. Kompleks pepustakaan ini terdiri dari tiga gedung utama yang masing-masing memiliki 8 lantai. Di sekelilingnya terdapat 10 gedung lain yang merepresentasikan banyaknya fakultas di UI.JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia bakal memiliki perpustakaan termodern, terbesar dan terindah di dunia yang akan berlokasi Universitas Indonesia (UI) Depok di areal seluas 2,5 hektar. Pihak Rektorat UI dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (30/5), menyebutkan, gedung perpustakaan yang memiliki luas bangunan 30.000 m2 serta terdiri atas delapan lantai yang pemancangan tiang perdana akan dilakukan Senin (1/6) ditargetkan pembangunnya selesai pada Desember 2009.

Deputy Director Corporate Communications UI Devie Rahmawati menyatakan, proyek yang merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun tahun 1986-1987 itu didanai oleh pemerintah dan industri dengan anggaran sekitar Rp 100 miliar. Gedung perpustakaan tersebut dirancang dengan konsep "sustainable building" yang mana kebutuhan energi menggunakan sumber terbarukan yakni energi matahari (solar energy) selain itu di dalam gedung tidak diperbolehkan menggunakan plastik.

Area baru tersebut bebas asap rokok, hijau serta hemat listrik, air dan kertas hingga hal inilah yang menjadikan sebagai perpustkaan terbesar, termodern dan terindah di dunia. erpustakaan pusat UI tersebut akan mampu menampung sekitar 10.000 pengunjung dalam waktu bersamaan atau sekitar 20.000 orang per hari selain itu juga akan menampung 3-5 juta judul buku.

Sistem ICT mutakhir juga akan melengkapi perpustakaan tersebut sehingga memungkinkan pengunjung leluasa menikmati sumber informasi elektronik seperti e-book, e-journal dan lain-lain. Sedangkan perpaduan gaya arsitektur yang unik serta lokasi perpustakaan di tepian danau Kenanga UI yang ditumbuhi pepohonan besar berusia 30 tahun akan merupakan keindahan bagi perpustakaan tersebut.
Selengkapnya...

KOPPASUS: Pasukan elite terhebat ketiga di dunia


KOPASSUS - TOP ELITE SPECIAL FORCES IN THE WORLDDiscovery Channel Military edisi Tahun 2008 pernah membahas tentang pasukan khusus terbaik di dunia. Seluruh pasukan khusus didunia dinilai kinerjanya dengan parameter menurut pendapat dari berbagai pengamat bidang militer dan ahli sejarah. Posisi pertama di tempati SAS (Inggris), peringkat kedua MOSSAD (ISRAEL) lalu peringkat ketiga adalah KOPASUS (Indonesia).Narator dari Discovery Channel Military menjelaskan mengapa pasukan khusus dari amerika tidak masuk peringkat terhormat. Itu karena mereka terlalu bergantung pada peralatan yang mengusung teknologi super canggih, akurat dan serba digital. Pasukan khusus yang hebat adalah pasukan yang mampu mencapai kualitas sempurna dalam hal kemampuan individu. Termasuk didalamnya kemampuan bela diri, bertahan hidup, kamuflase, strategi, daya tahan, gerilya, membuat perangkap, dan lain2nya. Kemampuan yang tidak terlalu mengandalkan teknologi canggih dan Skill di atas rata - pasukan luar Elit luar negeri lainnya menjadi nilai plus dari KOPASSUS.Itu pula yang menimbulkan anggapan 1 prajurit KOPASSUS setara dengan 5 prajurit reguler

Mungkin karena itu pula kenapa sekitar Tahun 90-an Amerika Serikat keberatan dan Australia ketakutan ketika Indonesia akan memperbesar jumlah anggota Kopassus.



Sniper Kopasus



Pasukan Infanteri Kopasus



Sebagian Kecil prestasi dan Kiprah Kopassus

1. Kopasus juga juara satu sniper dalam pertemuan Pasukan Elite Asia Pasific Desember 2006. Dengan hanya mengandalkan senjata buatan Pindad! Nomor 2-nya SAS Australia

2. Kopasus menempati urutan 2 (dari 35) dalam hal keberhasilan dan kesuksesan operasi militer (intelijen - pergerakan - penyusupan - penindakan) pada pertemuan Elite Forces in Tactical, Deployment and Assault di Wina Austria. Nomor satunya Delta Force USA.

3. Negara-negara afrika utara hingga barat sekarang memiliki acuan teknik pembentukan dan pelatihan pasukan elite mereka. 80% pelatih mereka dari perwira-perwira Kopasus

4. Pasukan Paspampres Kamboja adalah pasukan Elit yang di latih oleh Kopassus

5. Pada perang Vietnam , para tentara Vietkong meniru strategy KOPASSUS dalam berperang melawan Amerika Serikat yang mengakibatkan kekalahan Pasukan Amerika yang mempunyai persenjatan canggih dan lengkap. Kekalahan ini membuat Amerika serikat malu di mata dunia
Selengkapnya...

PT TELKOM go International!!!


Telkom Ekspansi ke Timteng


INILAH.COM, Jakarta - PT Telekmunikasi Indonesia Tbk (Telkom) berencana membentuk unit usaha patungan (join venture) dengan BUMN Iran di bidang telekomunikasi. Ini kiat memuluskan ekspansi ke Timur Tengah.Komisaris Utama Telkom Tanri Abeng mengatakan, lewat pembentukan perusahaan patungan itu ekspansi bisnis perseroan ke kawasan Timteng, terutama Iran, bisa lebih mudah dilakukan. Total investasi Telkom di kawasan itu bisa mencapai US$ 500 juta.

Tanri mengakui, investasi ke Iran sebenarnya sangat sulit. Telkom bisa masuk ke negara itu dengan menggandeng BUMN setempat. Dengan cara itu, tentu, akan ada berbagai kemudahan. Tapi, ia belum menjelaskan nilai pembentukan perusahaan patungan itu. Yang jelas, kerja sama itu ditempuh lewat Telkom Internasional, anak perusahan Telkom.

Pembentukan perusahaan patungan itu adalah salah satu langkah Telkom dalam upaya ekspansi di Timteng. Sebelumnya, Telkom juga menyatakan akan mengakuisisi perusahaan telekomunikasi di wilayah itu.

Tentang pendanaannya, BUMN telekomunikasi itu menjajaki bank lokal sebagai sumber. Guna menata struktur manajemen permodalan dalam rangka akuisisi dan berbagai ekspansi, Telkom telah menunjuk ABN Amro sebagai penasihat keuangan.

Sementara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) akhir pekan lalu, Telkom membagikan dividen 70% dari laba bersih tahun lalu. Rinciannya, 55% berupa dividen tunai dan selebihnya dividen spesial secara tunai.

Untuk dividen tunai, perseroan membagikan Rp 7,07 triliun, termasuk dividen interim yang dibagikan pada Desember 2007 senilai Rp 995,4 miliar. Untuk dividen spesial tunai, Telkom menyediakan Rp 1,93 triliun.

Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan, perseroan akan menyimpan dana dari sisa pembayaran dividen untuk pengembangan usaha. Dana yang disimpan itu mencapai Rp 3,86 triliun.

Sepanjang tahun lalu, Telkom mencatat pendapatan Rp 27,7 triliun. Dari jumlah itu, Telkom membukukan laba bersih Rp 12,87 triliun.

Dalam RUPST, pemegang saham juga menerima surat pengunduran diri Komisaris Telkom Anggito Abimanyu. Tapi, pemegang saham akan memutuskan lebih lanjut dalam RUPSLB beberapa waktu mendatang.

Terkait rencana pembelian kembali (buy back) saham, pemegang saham telah mengizinkan jajaran manajemen melanjutkan aksi korporasi senilai Rp 3 triliun.

Perseroan menilai harga saham saat ini masih rendah dibandingkan nilai wajarnya. Melalui buy back III, diharapkan harga saham kembali terdongkrak. Menurut Rinaldi, saat ini terjadi keseimbangan pasar sehingga menyebabkan harga saham turun.

Telkom berencana mengalokasikan belanja modal (captial expenditure) US$ 2,5 miliar tahun ini. Dari jumlah itu, 40% berupa pinjaman bank.

"Ada sejumlah bank yang telah berminat. Sebagian besar adalah bank-bank milik pemerintah. Tapi, kami belum bisa menyampaikan nama-nama bank yang akan membiayai kami," tutur Rinaldi.

Khusus untuk pangsa seluler, Telkom melalui Telkomsel masih mendominasi pasar GSM di Indonesia. Mereka menguasai lebih dari 50% pasar seluler di Tanah Air. [I3]

Sumber di sini
Ekspansi Usaha, Telkom Jalin Kerjasama dengan Orange
JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) berharap menambah pundi-pundi dari bisnis pelayanan data. Kali ini, Telkom menjalin kerjasama dengan Orange Business Services, penyedia jasa layanan data kelas dunia yang berbasis di Prancis.

Dalam kerjasama tersebut, Orange mempercayakan Telkom sebagai penyedia layanan (provider) jaringan bagi ratusan pelanggannya yang ada di Indonesia. Kerjasama tersebut akan berlangsung selama lima tahun.

Telkom memperkirakan bisa meraup pendapatan Rp 45 miliar pada 2009 ini dari kerjasama ini. "Target itu bisa saja terlampaui, apabila kami mampu menjaring pelanggan baru Orange di Indonesia," ujar Slamet Riyadi, Vice President Enterprise Telkom di Jakarta, kemarin (13/4).

Slamet mengklaim bahwa kerjasama ini akan menguntungkan Telkom. Sebab, Telkom tidak perlu mengeluarkan banyak biaya operasional. "Selain itu kami mendapatkan pemasukan yang terbilang lumayan," katanya.

Nanti, anak usaha TLKM, yaitu Telkom Solution Business Partner bakal mengambil alih 232 jaringan pelanggan (sirkuit) dari PT Aplikanusa Lintasarta. Anak usaha Indosat itu adalah partner Orange di Indonesia sebelumnya.

Hingga kini, TLKM telah memindahkan setidaknya 120 sirkuit. Telkom menargetkan, pemindahan seluruh sirkuit ini selesai November 2009.

Slamet menambahkan, kerjasama ini akan memperluas jaringan bisnis Telkom di dunia internasional. Sebaliknya, para pelanggan Orange yang memiliki kantor pusat di Prancis atau Eropa bisa lebih mudah mengakses data di Indonesia. "Pertimbangan utama Orange memilih kami sebagai partner karena Telkom memiliki jaringan yang lebih luas," ujar Dadan Pramudia, Global Account Manager Telkom.

Sebelumnya, Telkom juga menjalin kerjasama dengan perusahaan data asing lain, seperti BT Infonet, Verizon dan AT&T. Dadan menambahkan, Telkom dapat memperoleh pendapatan rata-rata Rp 50 miliar per tahun dari ketiga kerjasama tersebut. "Ditambah kerjasama dengan Orange, kami menargetkan pendapatan hingga Rp 100 miliar pada tahun ini dari bisnis jaringan data," timpal Slamet
Ade Jun Panjaitan KONTAN

Sumber di sini

Ekspansi, Telkom Gandeng Telekom Malaysia
JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan Telekom Malaysia Berhad (TM) meneken kontrak pembangunan infrastruktur jaringan bersama. Nantinya, mungkin, kedua perusahaan halo-halo ini bakal membuat perusahaan patungan.

Telkom dan Telekom Malaysia menuangkan kerjasama itu dalam sebuah perjanjian bertajuk Strategic Partnership on Developing International Telecommunication Business. Kerjasama ini meliputi pengembangan bisnis layanan data (data service), infrastruktur, dan layanan suara (voice). "Selain itu, kedua perusahaan juga akan memperluas layanan data dan suara internasional, serta sistem kabel dan peluasan jaringan untuk Dumai Melaka Cable System (DMCS)," kata Rinaldi Firmansyah, Direktur Utama Telkom kemarin (25/3).

Nilai investasi dalam kerjasama ini cukup besar. Khusus untuk membangun infrastruktur, setidaknya mereka butuh Rp 2 triliun. ”Ini hasil riset internal nilai bisnis selama lima tahun ke depan," ujar Rinaldi.

Kerjasama ini merupakan langkah awal untuk pengembangan kerjasama lainnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, Telkom dan Telekom Malaysia akan membentuk perusahaan patungan. "Opsi itu dimungkinkan namun tergantung pembicaraan nanti," kata Rinaldi.

Group Chairman Officer Telekom Malaysia, Dato Adnan Rofiee menambahi, kerjasama DMCS memungkinkan kedua perusahaan memanfaatkan kapasitas dan infrastruktur di Hong Kong, Singapura, dan negara lain sebagai penyedia server dan pusat data. "Kami berharap, kerjasama ini bisa saling menguntungkan," ujarnya.

Selain menggarap kerjasama itu, Telkom juga fokus mencapai target tahun ini. Rinaldi bilang, meski pasar belum pulih, Telkom yakin bisa meraih pertumbuhan pendapatan 10%. "Target kami tahun ini konservatif, paling tidak single digit," katanya.

Meski hanya mematok target konservatif, Rinaldi juga yakin, Telkom masih dapat menguasai 45%-50% pasar telekomunikasi nasional. Ini berdasar ramalan Rinaldi bahwa penetrasi pasar telekomunikasi nasional dapat tembus 80% tahun ini. “Sebab, persaingan tarif antaroperator telah menurun,” ungkapnya.
Yudo Widiyanto KONTAN

Sumber di sini
Halo... Telkom Masuk Singapura


Berbekal kemampuannya sebagai raja di negeri sendiri, PT Telkom kini masuk ke Singapura. Niatnya menjadi raja di tingkat regional.
----------

Dominasi PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk masih tak bisa tergoyahkan. Di ajang seluler, Telkomsel mampu menguasai lebih dari 51% pangsa pasar. Di pasar layanan telepon tetap nirkabel (FWA), TelkomFlexi mendominasi hingga 59%. Tak berhenti sampai di situ. Dalam bisnis internet, Telkom juga menjadi jawara dengan lebih dari 50% pangsa pasar lewat Speedy.

Di tengah tren penurunan tarif layanan, PT Telkom yakin bisa tumbuh. Malah mereka kini melirik pasar regional. Menurut Rinaldi Firmansyah, 47 tahun, sang Direktur Utama Telkom, pihaknya telah membuka Telkom International yang berkantor di Singapura.

Berikut petikan wawancara wartawan GATRA Sulhan Syafi'i dengan Rinaldi di ruang kerjanya, di lantai VII gedung PT Telkom, Bandung, pekan terakhir bulan lalu.

Perkembangan layanan internet Speedy pada saat ini seperti apa?

Sangat menggembirakan. Kami bisa menguasai Jakarta dan berbagai kota besar di Tanah Air. Pada saat diluncurkan tahun 2006, jumlah pelanggannya hanya 92.000-an. Pada akhir 2007 naik menjadi 242.000-an. Target akhir tahun 2008, mencapai 400.000-an pelanggan. Kini kami siapkan kabel yang akan selesai pada pada kuartal kedua 2009. Ada kabel yang kami siapkan dari Hong Kong sehingga mempercepat akses internet.

Secepat apa layanan Speedy?

Nanti layanan internet kami akan sangat baik. Sebab, setelah NGN (Next Generation Network) kami luncurkan, April nanti, perilaku pengguna internet akan berubah. Selama ini, daya dukungnya baru kilo, nanti akan menjadi mega. Komunikasi sudah tidak menggunakan layanan luar lagi. Lingkarannya akan banyak ke dalam, karena selama ini baru 10% yang menggunakan ranah lokal. Nanti komunitas dan komunikasi di dalam makin banyak karena kecepatan internetnya makin tinggi.

Kalau dari sisi harga, apakah tarif Speedy akan turun?

Nah, ini juga trennya turun. Tapi kami enggan menurunkan ini secara drastis karena khawatir terjadi penurunan mutu layanan, mengingat jumlah pelanggan amat besar.

Usai migrasi frekuensi, bagaimana kesiapan TelkomFlexi bertempur di pasar?

Sukses. Pemindahan jalur ini bukan saja memberi layanan lebih baik pada pelanggan. Kami juga berhasil menambah pelanggan. Jadi, kalau di akhir 2006 jumlahnya 4,2 juta pelanggan, pada akhir 2007 mencapai 6,4 juta. Nah, setelah sukses pindah frekuensi, pada tahun ini kami bakal membangun 2.500 BTS di seluruh Indonesia. Targetnya akhir tahun ini menjadi 9,7 juta.

Apa dampak penurunan tarif telepon bagi Telkom?

Memang akan mengakibatkan turunnya pendapatan Telkom pada 2008. Namun jumlahnya tidak bakal besar. Diperkirakan hanya 2%-3%. Pendapatan dari interkoneksi itu mencapai 15% dari total income Telkom. Makanya, bakal ada penurunan, meski sedikit. Tapi penurunan pendapatan juga diimbangi dengan menurunnya biaya operasional. Jadi, tak terlalu jadi masalah.

Sebenarnya berapa besar pertumbuhan bisnis telekomunikasi yang dikategorikan sehat?

Pertumbuhan 12%-15% per tahun masih mengembirakan. Sebenarnya sebuah usaha telekomunikasi bisa meraup untung atau pertumbuhan lebih besar dari itu. Namun Telkom harus membangun sarana telekomunikasi di daerah terpencil. Ini butuh dana.

Siapkah Telkom menghilangkan citra jago kandang dengan go international?

Mengenai go international, Telkom memiliki moto ''to become the biggest infocom company in the region''. Jangan lupa, ini perusahaan infokom, bukan perusahaan seluler. Telkom sudah memiliki TII atau Telkom International yang berkantor di Singapura.

Selain TII, kami juga membeli 8% saham Saycom, Malaysia. Ini perusahaan outsourcing yang mengerjakan order di dunia telekomunikasi. Pekerjaan mereka mencakup Singapura dan India. Dengan adanya TII ini, Telkom sudah mewujudkan salah satu mimpi kami, yaitu menjadi the biggest infocom company in the region.

Layanan apa saja yang disediakan perusahaan infokom?

Kami menyediakan semua layanan komunikasi, seperti data dan servis komunikasi. Tapi bukan seperti IBM, ya, kami menyediakan jaringan kabel dan network untuk dipergunakan pihak lain.

Apa target Telkom dengan go international?

Keberadaan kami di luar itu baik untuk mengembangkan daya saing, karena harus kompetisi dengan perusahaan internasional. Ini baik untuk mengembangkan sumber daya manusia kami. Ini juga penting dan strategis karena pada saat kami mengembangkan pasar di nasional, kami juga sudah memiliki pengalaman di regional.
Selengkapnya...

Indonesia bangkit sebagai Pasar terbaik ketiga di Asia dengan peningkatan 67%


Yohanes Obor& Aditya Wikrama

The Jakarta Composite Index’ meningkat 67 persen tahun ini, membuat Bursa Efek Indonesia, yang akan merayakan ulang tahunnya yang 32 tahun minggu ini , menjadi bursa efek dengan performa terbaik ketiga di Asia, para pengamat 2 bursa efek China, the Shenzhen and Shanghai markets, menempati rangking pertama dan kedua dengan peningkatan 93 persen dan 74 persen, sesuai berita yang dilansir oleh Bloomberg.

Bursa Efek Taiwan dan Filipina menampati urutan ke 4 dan ke 5 di Asia, dengan peningkata 47 persen and 45 persen.

"pemodalan pasar kami meningkat dari Rp 1,143 trilyun (US$115,4 milyar) pada tanggal 5 januari kemarin menjadi Rp 1,882 trilyun pada tanggal 11 Agustus tahun ini," Fuad Rahmany, Kepala Bapepam-LK, berkata pada hari rabu selama jumpa pers pada ulang tahun Bursa Efek Jakarta, IDX.

Dia berkata, peningkatan indeks ini dan peningkatan modal pasar diakibatkan oleh bangkitnya kepercayaan investor sejak tahun lalu. Fuad berkata total transaksi saham mencapai Rp 596 trilyun dari 5 Januari hingga 11 Agustus, dengan rata-rata Rp.3,9 trilyun dalam transaksi harian."

"Transaksi harian sampai bulan ini mencapai Rp.7 trilyun, yang mana sebuah angka yang sangat luar biasa dalam perdagangan saham. " ucap Presiden direktur IDX, Ito Warsito, yang dia menambahkan bahwa keberhasilan pemilu kemarin akhirnya menambah kepercayaan pasar.

Ito berkata, frekuensi perdagangan saham rata-rata meningkat 44 persen menjadi 85.000 transaksi tahun ini, sementara volume perdagangan meningkat 94 persen menjadi 3,3 milyar. " Peningkatan volume dan frekuensi perdagangan ini didukung oleh peningkatan jumlah investor retail yang ikut berdagang shama secara online," dia berkata.

walaupun begitu, Ananta Wiyogo, Presiden direktur Indonesian Central Securities Depository (KSEI), berkata bahwa investor asing masih mendominasi pasar, memegang modal hingga 66 persen, meningkat dari 64 persen tahun lalu.

Tapi investor lokal mendominasi perdagangan perusahaan dan bank berbasis syariah, menjadi 97 persen dari total transaksi 78 trilyun, meningkat dari 76 persen di tahun 2008

Ananta berkata total jumlah investor meningkat 23 persen dari tahun lalu, dari 338, 829 bulan Juli lali.

Fuad berkata investor asing sangat tinggi kepercayaannya kepada pasar Indonesia, tapi mungkin saja trend perdagangan tidak akan cepat berubah, jika investor lokal bermain lebih besar,khususnya di masa krisis, "oleh karena itu, akan lebih baik jika pemain lokal lah yang memegang peranan penting dalam bursa efek kita " dia berkata.

Yanuar Rizky, pengamat pasar modal, berkata Bapepam-LK seharusnya mencoba taktik dan strategi yang berbeda untuk menarik minat investor lokal.

"masih banyak investor di luar sana yang belum tersentuh oleh pasar modal" dia berkata.

Yanuar berkata, pertumbuhan perdagangan saham secara online kebanyakan menarik para pemain saham jangka pendek (short term), sementara pasar memerlukan investor jangka panjang (long term).

Regulator seharusnya berkoordinasi dengan institusi investor lokal untuk mengisi gap ini," yanuar berkata.

"Institusi atau perusahaan asuransi seharusnya siap dengan dana yang akan digunakan untuk mengisi gap ini ketika invesotr asing menjual" dia berkata.

IDX sudah menargetkan untuk mempunyai paling tidak 2 juta investor sebelum tahun 2012. China dikatakan baru-baru ini menarik 2 juta investor baru hanya dalam waktu 1 bulan.
Selengkapnya...

Indonesia : Produsen Ikan laut ke 4 terbesar di dunia


MANADO--MI: Negara Indonesia merupakan produsen penangkapan ikan nomor empat di dunia, karena memiliki potensi dan sumber daya alam yang sangat besar."Setiap tahun hasil produksi ikan yang didapat sebanyak 64 juta ton, dan berpotensi berkembang lebih besar jika ditangani dan dikelolah secara optimal," kata Dirjen pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Aji Sularso di Manado, Kamis (13/8).

Kemudian pengelolaan budidaya dan produksi ikan tawar di Indonesia, setiap tahun bisa menghasilkan sebanyak lima juta ton. Produsen ikan terbesar di dunia SAAT INI masih dikuasai China, dengan penghasilan sebanyak 100 juta ton lebih, karena memiliki wilayah laut besar serta diperkuat dengan armada dan teknologi memadai.

"Indonesia bisa menjadi super power pengelolaan perikanan tangkap di perairan manapun dalam jangka waktu lima tahun kedepan, karena memiliki wilayah laut yang besar," katanya. Pemerintah Indonesia terus memerangi upaya penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), selain merugikan kepentingan ekonomi bangsa Indonesia, juga merusak biota laut.

Pemerintah Indonesia telah melakukan kerjasama dengan sejumlah negara tetangga terkait aksi pencurian ikan secara ilegal, sehingga bisa terkontrol dengan baik. "Memang perlu juga peningkatan kemananan laut secara memadai, dengan meningkatkan armada kapal-kapal milik TNI atau kepolisian," ungkapnya.




Diposkan oleh trulymadlydeeplywilly
Selengkapnya...

PT DI mampu membuat pesawat amphibi.


11 Maret 2011, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR Al Muzammil Yusuf menilai PT Dirgantara Indonesia (PT DI) mampu membuat pesawat amphibi. "Pesawat amphibi mampu dibuat PT DI," kata Al Muzzamil melalui pesan elektronik kepada ANTARA usai kunjungan kerja Komisi I DPR ke PT DI, di Bandung, Kamis.

Dia mengatakan pesawat amphibi bisa menjadi solusi bagi negara kepulauan Indonesia karena bisa mendarat di berbagai tempat tanpa hambatan infrastruktur darat."Pesawat amphibi harusnya menjadi solusi Indonesia, baik karena pertimbangan alam kita, maupun dalam konteks pariwisata, keamanan terbang dan hankam wilayah Indonesia yang terpencil," katanya.

Melihat keunggulan pesawat amphibi tersebut, anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengembangkan industri PT DI melalui pesawat amphibi tersebut.

"Harusnya Presiden melalui Menhan, Menristek, Menteri Negara BUMN dan Mendagri bisa menjembatani para kepala daerah untuk bisa memesan dan membuka jalur transportasi melalui sarana pesawat amphibi tersebut," katanya.

Akan tetapi kondisi neraca finansial perusahaan yang minus menjadi ganjalan serius bagi PT Dirgantara Indonesia untuk melakukan ekspansi yang lebih progresif memproduksi pesawat terbang dan pengerjakan proyek strategis lain di sektor kedirgantaraan.

"Dari sisi teknologi cukup membanggakan dan sangat bagus. Dengan potensi itu PTDI sebenarnya bisa melangkah lebih maju lagi. Namun sayang neraca finansial yang minus menjadi beban industri strategis itu untuk melakukan ekspansi yang lebih besar," kata anggota Komisi I DPR Enggartiasto Lukito disela-sela kunjungan Komisi I DPR di PTDI.

Enggartiasto mengatakan PTDI merupakan perusahaan yang progresif namun perlu keberpihakan pemerintah yang lebih besar lagi untuk membesarkan kembali PT Dirgantara Indonesia.

Salah satunya dengan mengupayakan penyehatan neraca keuangan BUMN strategis itu, karena menurut Enggartiasto selama neraca perusahaan itu belum bisa diatasi, selanjutnya sulit bagi PTDI untuk jauh melangkah menjadi industri yang dapat diandalkan.

ANTARA News
Selengkapnya...